Al Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)

Al Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon) 

Dia salah seorang ulama yang menjadi penerang umat di zamannya. Cahaya keilmuan dan ahlaqnya menjadi teladan bagi mereka yang mengikuti jejak ulama salaf


Suatu malam, beberapa tahun lalu, ketika ribuan jamaah tengah mengikuti taklim di sebuah masjid di Surabaya, tiba-tiba listrik padam. Tentu saja para jama'ah merasa risau. 
Mereka satu persatu keluar, apalagi malam itu bulan tengah purnama.
Ketika itulah dari kejauhan tampak seseorang berjalan menuju masjid. Ia mengenakan gamis dan sorban putih, berselempang kain radhi warna hijau. Dia adalah Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus yang ketika lahir ia diberi nama Muhammad Masyhur.
Begitu masuk ke dalam masjid, aneh bin ajaib, mendadak masjid terang benderang seolah ada lampu neon yang menyala. Padahal Habib Muhammad tidak membawa obor atau lampu. Para jamaah terheran-heran. Apa yang terjadi … ?
Setelah diperhatikan, ternyata cahaya terang benderang itu keluar dari tubuh sang habib.
Maka sejak itu sang habib mendapat julukan Habib Neon …
Subhanallah … !

Habib Muhammad lahir di Tarim, Hadramaut, pada 1888 M.
Karamahnya tidak begitu nampak di kalangan orang awam. Hanya para ulama atau wali yang arif sajalah yang dapat mengetahui karamah Habib Neon.
Sejak kecil beliau mendapat pendidikan agama dari ayahnya, Habib Husein bin Zainal Abidin Alaydrus. Menjelang dewasa beliau merantau ke Singapura selama beberapa bulan, kemudian hijrah ke ke Palembang, Sumatra Selatan, dan berguru kepada pamannya, Habib Musthafa Alaydrus, kemudian menikah dengan sepupunya, Syarifah Aisyah binti Musthafa Alaydrus.
Dari pernikahan itu beliau dikaruniai Allah tiga anak lelaki dan seorang anak perempuan.

Tak lama kemudian beliau hijrah bersama keluarganya ke Pekalongan, Jawa Tengah, mendampingi dakwah Habib Ahmad bin Tholib Al-Atthas.
Beberapa waktu kemudian beliau hijrah lagi, dan kali ini ke Surabaya. Ketika itu Surabaya terkenal sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan awliya, seperti Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya.

Seperti halnya para wali yang lain, Habib Muhammad juga kuat dalam beribadah. Setiap waktu ia selalu gunakan untuk berdzikir dan bershalawat. Dan yang paling mengagumkan, ia tak pernah menolak untuk menghadiri undangan dari kaum fakir miskin. Segala hal yang ia bicarakan dan fikirkan selalu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran agama, dan tak pernah berbicara mengenai masalah yang tak berguna.
Ia juga sangat memperhatikan persoalan yang dihadapi oleh orang lain.

Habib Muhammad al-Aydrus adalah tipe orang yang pendiam, sedikit makan dan tidur.
Setiap orang yang berziarah kepada beliau pasti merasa nyaman dan senang karena memandang wajah beliau yang ceria dengan pancaran nur (cahaya).
Setiap waktu beliau gunakan untuk selalu berdzikir dan bersholawat kepada datuk beliau Rasulullah SAW. Beliau juga gemar memenuhi undangan kaum fakir miskin.
Setiap pembicaraan yang keluar dari mulut beliau selalu bernilai kebenaran-kebenaran, sekalipun pahit akibatnya.
Tak seorangpun dari kaum muslimin yang beliau khianati, apalagi dianiaya.
Setiap hari jam 10 pagi hingga Dzuhur beliau selalu membuka rumah untuk menjamu para tamu yang datang dari segala penjuru kota, bahkan ada sebagian dari mancanegara.
Sedangkan waktu antara Maghrib sampai Isya' beliau pergunakan untuk menelaah kitab-kitab yang menceritakan perjalanan kaum salaf.
Setiap malam Jum'at beliau mengadakan pembacaan Burdah bersama para jama'ahnya.

Di antara mujahadah yang dilakukan beliau ialah berpuasa selama tujuh tahun. Hanya berbuka dan bersantap sahur dengan tujuh butir korma. Bahkan pernah selama setahun ia berpuasa, dan hanya berbuka serta sahur dengan gandum yang sangat sedikit.
Untuk jatah buka puasa dan sahur selama setahun itu, ia hanya menyediakan gandum sebanyak lima mud saja. Dan itulah pula yang dilakukan oleh Imam Gahazali. Satu mud ialah 675 gram.
"Aku gemar menelaah kitab-kitab tasawuf. Ketika itu aku juga menguji nafsuku dengan meniru ibadah kaum salaf yang diceritakan dalam kitab-kitab salaf tersebut", katanya.

Habib Neon wafat pada 30 Jumadil Awwal 1389 H / 22 Juni 1969 M dalam usia 71 tahun, dan jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Pegirikan, Surabaya, di samping makam paman dan mertuanya, Habib Mustafa Alaydrus, sesuai dengan wasiatnya.
Setelah ia wafat, aktivitas dakwahnya dilanjutkan oleh putranya yang ketiga, Habib Syaikh bin Muhammad Alaydrus dengan membuka Majelis Burdah di Ketapang Kecil, Surabaya. Haul Habib Neon diselenggarakan setiap hari Kamis pada akhir bulan Jumadil Awal.

Cinta Rasulullah ﷺ

“Katakanlah Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua hanyalah untuk ALLAH, Tuhan semesta alam ” ﺁﻟﻠّﻬُﻢَ ﺻَﻠّﯿ! ﻋَﻠﮱ ﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤّﺪْ ﻭَ ﻋَﻠﮱ ﺁﻝِ ﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤَّﺪ Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad, Wa'ala Aa Lii Sayyidina Muhammad. “ Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga penghulu kami Nabi Muhammad " Al Fatiha ilaHadrotinNabiyyilMustafa Muhammad ﷺ wa ala alihi wa sohbihi wa baarik wa salim . al fatihah

Post a Comment

Previous Post Next Post